Minggu, 27 November 2011

selamat jalan kawan

Satu tumbuh kemudian hilang. Gugur kemudian bersemi. Patah kemudian menyatu. Begitu dan terus begitu rangkaiannya. Begitu juga denganmu, ada kemudian tiada. Taun dan tempat awalnya bukan masalah, namun waktu dan kesempatan yang begitu banyak membatasi kita untuk akhirnya berpisah. Menyadari bagaimana indahnya hidup dengan suka dan duka nya, dengan cinta dan bencinya yang terus berlari menguasai diri.

Inilah saat terakhir ku melihat kamu, jatuh airmataku menangis pilu.

Tangisan demi tangisan saat mengenangmu membuat diri semakin sadar, jika kapanpun waktu itu usai maka semua akan usai. Tunai sudah kewajibanmu didunia ini. Berakhir dalam balutan senyum yang kau berikan pada siapa yang mengantarmu ke peristirahatan terakhir. Namamu terukir indah dalam nisan yang berdiri tegak berasama nama yang lainnya.

Kehilanganmu bagaikan sebuah mimpi.

Waktu itu tanggal 27 agustus 2011, masih jelas teringat saat pertama mendengar kabar sakitmu yang begitu mengejutkan. Guillain Barre Syndrom (GBS adalah penyakit langka yang menyebabkan tubuh menjadi lemah kehilangan kepekaan, penyakit ini menjangkiti satu dari 40,000 orang tiap tahunnya) terdengar asing memang, namun kenyataan lebih dari sekedar kenal atau asing. Antara percaya atau tidak namun itu nyata.. tapi sayangnya, ga ada daya buat hanya sekedar menjengukmu saat itu.

Waktu terus berlalu, tanggal itupun tiba 31 agustus 2011, saat semua orang berkumpul dan bersuka, kabarmu membuatku berhenti berkata. Diam, satu detik dua detik, serasa ditampar bahkan lebih sakit dari sebuah pengkhianatan. Entah berapa lama membuat kaki ini kembali tegap berdiri, saat mendengar kabar tentang kepergianmu. Ibuu, orang pertama yang ku cari waktu itu, berlari dan menangis sejadinya dipelukan. Tak tau harus berkata apa, namun itu sangat menyakitkan, bukan karena tak ikhlas, bukan karena tak rela, tapi karena tak bisa mengantarmu saat itu. “ngaku sahabat, tapi di saat terakhir gabisa berbuat apa-apa, sekalipun hanya mengantar atau melihatmu untuk yang terakhir.”

Sayang, begitu banyak pelajaran yang telah kau berikan, tentang makna kehidupan maupun kematian yang selalu membayangi.
Belajar keikhlasan dari sebuah pengorbanan, belajar berteman dari banyaknya permusuhan. Mengenalmu tak mungkin bisa kulupakan, cerita tentang kita bersama keempat yang lain, pasti akan selalu terngiang.
Kuat dan tegarmu menghadapi semua rintang dan halang membuatku kagum. Bahkan penyakit yang begitu mengerikan bisa kau kalahkan lewat tidur panjangmu.

Selamat jalan sahabat ...

Terimakasih untuk semua kenangan dan pengalamannya, untuk semua cerita dan warnanya.Maaf ku untuk semua salah dan kesalahpahamannya.

Teruntukmu , puji hita :’)